Title : Devil Beside You *title gak jamin sesuai isi XD*

Author : Hesty a.k.a. Cho Kyu Raa

Cast :

–          Lee Minhye (OC/you)

–          Cho Kyuhyun (Super Junior)

–          Lee Donghae

–          Choi Hana (OC)

–          Shin Heeyoung (OC)

–          Etc

Genre : Horror (?), Romance, Fiction, Teenager, Gaje (?)

Length : Twoshoot, 1/2

Rating : PG13, BO

Disclaimer :

PLOT MILIK SAYA, jadi jangan asal copas seenak jidat -_-v castnya, tenang saja, milik kita bersama 😀

Warnings :

typo(s), gaje story ^^v

Artwork by :

Shinstarkey@wp.com

Note :

Annyeong yeorobeun ^^ ini ff pertama saya yang saya post di blog ini. Sebenernya FF ini udah lama sih, pas jamannya ultahnya Kyuhyun kemaren. FF ini juga udah pernah saya post di fb saya 🙂

Happy reading ya, jangan jadi silent reader 🙂

******************************************************************************

“Pemirsa, tadi pagi telah terjadi sebuah kecelakaan beruntun di kilometer 39. Sepuluh orang dikabarkan mengalami luka serius dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Sementara korban tewas akibat peristiwa ini belum dipastikan jumlahnya. Kecelakaan ini terjadi karena supir truk—yang diduga akar dari terjadinya kecelakaan beruntun ini—mabuk, sehingga menyebabkan pandangannya tidak focus ke jalan. Akibat tidak focus, truk berpindah jalur dan mengakibatkan kendaraan yang lain menjadi saling menabrak. Diduga kerugian dari kecelakaan ini mencapai puluhan juta won…”

“Bukankah itu tidak jauh dari sini?” Pekik Donghae, yang baru menghidupkan televisi sore itu. Sementara aku—yang baru saja duduk disebelahnya setelah mengembalikan DVD Insidious ke raknya—hanya memandang layar televise dengan tatapan malas.

Oh, pertama-tama, izinkan aku memperkenalkan diriku terlebih dahulu. Namaku Lee Minhye, kau cukup memanggil Minhye saja. Dan cowok yang aku panggil dengan sebutan Donghae disebelahku adalah saudara kembarku. Ya, kami berdua kembar tetapi berbeda jenis kelamin. Lebih spesifiknya, Donghae adalah Oppa-ku karena dia lahir dua menit lebih awal diriku.

“Omo, bagaimana jika salah satu arwah dari mereka yang meninggal datang kemari?” Pekik Donghae lagi. Aku memutar bola mata. Tanpa menunggu arwah korban kecelakaan itu datang kemaripun sekarang sudah ada seorang arwah gadis yang mendiami rumah kosong tepat di sebelah rumah kami. Tanpa dikomando, aku merebut remote tv dari tangannya dan mengganti channel.

Lucu sekali mengetahui fakta bahwa seorang Lee Donghae takut kepada makhluk yang bahkan sudah tidak mempunyai kuasa apa-apa di dunia ini. Donghae boleh saja menjadi ketua kelompok dance sekaligus atlet kickboxing di sekolah. Tetapi jika sudah berurusan dengan hantu, dia tak ubahnya seseorang yang phobia terhadapnya.

Aku tentu tidak menyalahkan Donghae karena dia phobia terhadap hantu. Dia pernah mengalami kerasukan hantu anak pantai saat masih berumur lima tahun. Waktu itu keluarga kami sedang berwisata di salah satu pantai di California. Donghae yang pada saat itu sedang asyik membangun istana pasir tiba-tiba berlari brutal ke arah pantai dan mencoba menenggelamkan dirinya sendiri disana. Petugas lifeguard mencoba menyelamatkan nyawanya tetapi Donghae malah meronta-ronta. Saat itulah kami sadar ada sesuatu yang tidak beres. Donghae saat itu bukanlah Donghae yang sebenarnya. Donghae kerasukan. Untungnya pada saat itu—entah kebetulan atau bukan—ada seseorang cenayang atau sejenisnya yang berhasil mengeluarkan hantu itu dari tubuh Donghae.

Dan setelah kejadian itu, Donghae sangat anti dengan yang namanya hantu. Dia trauma dengan kejadian itu. Karena, asal kalian tahu, kerasukan itu sama sekali tidak enak. Beberapa mungkin tidak sadar jika mereka telah mengalami kerasukan. Tetapi ada juga yang merasakan getaran aneh di seluruh tubuhnya—panas dingin, beban bertambah—ketika kerasukan itu berlangsung. Dan Donghae termasuk pada kelompok yang terakhir. Saking phobianya kepada hantu, Donghae bahkan lebih memilih bertarung melawan seratus kickboxer professional daripada berurusan dengan satu hantu.

“Tentu mereka akan mendatangimu lebih dulu. Kau kan yang paling tua.” Ucapku—menakut-nakutinya—setelah berhasil menemukan channel Spongebob. Biarpun Donghae selalu mengejekku karena masih menonton kartun Spongbob di masa SMA aku tidak peduli. Spongebob adalah kartun favoritku.

Donghae menelan ludah. Dia memandangku.

“Jangan bercanda!” serunya. Aku tahu dia sedikit takut, tetapi dia berusaha untuk tidak menunjukkannya. Dia merebut remote dan mengganti channel Spongebob menjadi channel olahraga.

Aku tertawa tertahan, Donghae melempar bantal sofa kearahku—dan aku berhasil menangkapnya. Tepat setelah aku berhasil menangkapnya, aku melihatnya. Gadis itu, Choi Hana, sedang menatap Donghae dengan tatapan kagum yang berlebihan seperti biasa. Posisi Hana saat itu berada tepat di depan layar televisi. Biasanya jika aku berada dalam posisi seperti Hana ketika Donghae sedang menonton, aku pasti akan langsung diusirnya. Apalagi dengan tatapan Hana kepada Donghae. Mungkin aku akan dicap sebagai salah satu bagian dari fansnya.

Tetapi itu tidak akan terjadi pada Hana. Donghae tidak akan melakukannya—dia tidak dapat melihat Hana. Karena Hana sudah mati.

Soal Hana tadi, yah, aku memang dapat melihat dan berbicara dengan orang yang sudah meninggal. Dan bukan tanpa alasan aku bisa berinteraksi dengan mereka. Aku diberi ‘bakat-istimewa-sejak-lahir’ itu agar aku bisa membantu jiwa-jiwa yang sudah mati yang masih berkeliaran di dunia ini dan mengirimnya ke alam yang semestinya.

Biasanya para hantu itu belum pergi ke alam-yang-seharusnya karena mereka masih mempunyai masalah yang belum terselesaikan di dunia ini. Dan untuk itulah mediator ada. Para Mediator membantu menyelesaikan masalah hantu-hantu itu agar mereka bisa ke tempat mereka yang seharusnya—alam sesudah dunia. Gampangnya seperti ini, jika hantu itu adalah klien, maka para mediator adalah pengacaranya.

Aku melihat Hana yang masih saja menatap Donghae dengan tatapan ‘kau-ganteng-sekali’. Sedangkan Donghae tidak tahu apa-apa jika Hana sedang memerhatikannya. Hana adalah arwah yang menghuni rumah kosong disebelah kami. Dia sudah berada disana jauh sebelum keluargaku pindah kemari tiga tahun yang lalu. Tentu saja aku tidak memberitahu Donghae tentang Hana. Maksudku, Hana kan arwah. Bagaimana aku bisa memberitahu Donghae yang phobia hantu jika ada seorang hantu yang mengaguminya yang tinggal disebelah rumah kami?

“Kok rasanya jadi aneh, ya?” celetuk Donghae tiba-tiba. Aku menoleh ke arahnya. “Suasananya mendadak aneh. Apa gara-gara film ‘Insidious’ tadi?” lanjutnya. Oh tidak! Hana mengeluarkan auranya terlalu kuat hingga manusia normal bisa merasakan kehadirannya. Para hantu memang bisa menunjukkan keberadaan mereka dengan aura yang mereka punya. Tetapi harus ada kekuatan ekstra untuk melakukannya.

“Jaga auramu! Jangan menunjukkannya dihadapannya.” desisku sambil setengah melotot pada Hana yang pada saat itu melihat kearahku. Dia hanya nyengir kemudian berjalan—melayang lebih tepatnya—mundur dan menghilang di balik dinding—dan aku tahu dia menuju kamarku. Aku menghembuskan napas. Aku tahu Hana menyukai Donghae, dan dia sepenuhnya sadar kalau dia arwah, tetapi kan dia tidak harus terlalu berlebihan menunjukkannya.

“Apa kau berbicara sesuatu?” Tanya Donghae padaku.

“Tidak. Mmm… maksudku, hal ini bukan gara-gara film. Mungkin AC-nya terlalu dingin.” Jawabku. Aku segera bangkit dari sofa dan segera naik menuju kamarku di lantai dua. Sepertinya aku harus memberi bimbingan konseling kepada sesehantu.

******************************************************************************

Malamnya setelah makan malam, aku harus pergi ke toko di dekat rumahku untuk membeli bahan untuk tugas praktikum besok. Aku belum sempat membelinya tadi siang gara-gara menonton film bersama Donghae. Malam itu udara sangat dingin. Aku harus lebih merapatkan jaket yang aku pakai agar mendapatkan sedikit kehangatan. Walaupun begitu, langit terlihat sangat cerah. Tidak ada awan mendung, yang ada hanya bintang-bintang yang menghiasinya malam itu.

Sayangnya, penerangan di jalan yang sedang aku lewati berbanding terbalik dengan langit diatas. Walaupun setiap beberapa meter di sepanjang jalan itu terdapat lampu penerangan jalan, jalanan itu masih terlihat gelap untukku.

Aku sedang berada di dekat sebuah lampu penerangan jalan saat seseorang menabrakku. Aku terdorong kebelakang dan jatuh, Sementara barang-barangku jatuh ke tanah. Orang itu berbalik dan aku berdiri.

“Ya! Gunakan matamu ketika berjalan. Jangan menabrak orang sembarangan.” Ucapku. Aku berdiri dan mencoba melihat siapa yang menabrakku. Seorang cowok dengan tinggi sekitar 180 sentimeter berdiri dihadapanku. Cowok itu memandangku dengan wajah kaget bercampur bingung dan sedikit angkuh, entahlah, sulit menentukkan ekspresi wajahnya dalam keadaan seperti ini. Posisinya berada pada bagian yang tidak disinari lampu jalan pada saat itu.

“Kau bisa melihatku?” pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari mulutnya. Cowok itu maju selangkah ke depan, tubuhnya tertimpa cahaya lampu sehingga tubuhnya terlihat jelas. Dia memakai jeans hitam dan t-shirt warna putih. Aku bertanya-tanya apakah dia kedinginan atau tidak. Walaupun begitu dia memiliki wajah kebanyakan orang tampan.

“Maksudmu?” aku refleks menjawab dan saat itu juga aku baru menyadari siapa dia sebenarnya. Walaupun sedetik yang lalu aku sempat ragu, aku yakin bahwa cowok yang berada dihadapanku ini adalah seorang… hantu. “Ohh, kau benar. Aku memang bisa melihatmu. Lalu kenapa?” lanjutku sedikit bersemangat. Jarang sekali aku menemukan hantu sekeren dia dan membuatku terkesan pada awal aku bertemu dengannya.

“Neo? Nuguya?—kau? Kau siapa?—Kenapa kau bisa melihatku?” dia bertanya meremehkan, seolah-olah dia berbicara dengan alien.

Oke, setelah mendengarnya berbicara, kutarik kata-kataku yang menyebutkan aku terkesan dengannya. Ucapannya yang sedikit tidak sopan itu meluruhkan rasa terkesanku padanya. Mungkin sebaiknya cowok atau hantu di depanku ini diam saja. Tetapi satu yang pasti, aku tidak akan pernah menarik kata-kataku yang mengatakan dia keren.

“Apa aku masih hidup sekarang?” lanjutnya lebih untuk dirinya sendiri. Dia mengacak-acak rambut atasnya yang sudah tidak tertata rapi sedari tadi.

“Kau… Sudah Mati.” Ucapku tidak yakin. Maksudku, aku tahu auranya memang menunjukkan bahwa dia sudah mati. Tubuhnya memancarkan aura yang berbeda dari manusia kebanyakan. Tetapi, entahlah, aku hanya sedikit bingung karena aku sedikit susah mengenalinya sebagai hantu ketika pertama kali bertemu. Biasanya jika bertemu seorang hantu, aku bisa mengenalinya hanya dengan sekali lihat. “Dan tentu saja aku bisa melihatmu. Aku kan mediator.” Lanjutku.

Aku meyakinkan diriku kalau hantu di depanku ini sudah mati. Lagipula, mana ada seorang manusia yang mempunyai sikap sedingin dan seangkuh hantu? Aku juga tidak berharap dia tahu apa itu mediator. Aku sedang tidak ingin berurusan dengan hantu-hantu saat ini. Terakhir kali aku menangani kasus salah satu hantu yang gentayangan di sekolahku, tangan kiriku harus di gips selama tiga bulan.

“Oh, baguslah.” Katanya.  “Lalu kenapa aku masih di dunia ini?” keluh hantu itu. Dia melihat sekeliling dengan pandangan aneh. Seakan-akan dia seorang manusia yang terdampar di planet para alien dan bertemu dengan salah satu dari alien itu.

“Kau pasti masih memiliki hal yang belum kau selesaikan di dunia ini.” Aku berbicara dengan nada sedikit ketus. “Itulah yang menghalangi arwahmu pergi ke alam-setelah-kehidupan.” Lanjutku padanya. Aku membatin apakah setiap cowok seperti hantu itu selalu memiliki sifat seperti ini?

Aku ikut melihat sekeliling. Pandanganku bertubrukan dengan bahan-bahan praktikumku yang jatuh ke tanah. Astaga! Bahan praktikumku! Aku bahkan hampir lupa padanya gara-gara hantu di depanku.

“Kau! Kau bisa membuat aku pergi ke alam apalah itu, kan?” tuntutnya.

Aku tidak memerdulikan ucapannya. Aku berjongkok dan memeriksa apakah aku masih bisa menyelamatkan bahan praktikumku atau tidak. Aku membelinya dengan penuh perjuangan malam itu, aku tidak mau bahan praktikum itu sampai rusak.

“Ya! Kau tidak medengarkanku, heh?”

Oh tidak! Bahan praktikumku sudah rusak. Barang-barangnya keluar dari bungkusnya dan berceceran di jalan. Ottheoke? Malam ini begitu dingin. Dan aku tahu aku harus membelinya kembali. Jung Seonsaengnim tidak akan membiarkanku ikut praktek dan mengurangi setengah dari nilaiku jika aku tidak membawa bahan praktikum itu besok.

“Ya! Apa kau mempunyai masalah pendengaran? Aku memanggilmu dari tadi.” Hantu itu sedikit berteriak kearahku. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya bicara baik-baik kepada ornag lain.

Aku menghela napas sambil memejamkan mata. Mencoba mendinginkan api yang sudah menjilat-jilat di dalam tubuhku. Memang sih, para hantu menjadi lebih sensitive ketika mereka sudah mati. Perasaan mereka mudah rapuh dan labil. Ingat ya, SENSITIF! Bukannya mereka menjadi kurang ajar ketika mereka mati.

“Kau tidak melihat aku sedang apa?” aku bangkit dan memukul kepalanya. Asal kau tahu, aku bukan seorang gadis yang kasar, tapi aku tidak suka ada yang meremehkanku seperti itu. Apalagi dia adalah orang asing yang tidak kuketahui asalnya. Ditambah, dia adalah hantu. Dan sialnya lagi, hantu itu sangat keren.

“Kau memukulku?” dia bertanya sambil mengarahkan tatapannya padaku. Dia terlihat kaget atas pukulan mendadakku tadi. Entah karena pukulan atau karena aku bisa menyentuhnya. Oh, karena aku seorang mediator, aku bisa menyentuh para hantu dan merekapun bisa melakukan hal yang sama padaku.

“Itu karena aku seorang mediator.” jawabku. “Dan karena itu juga aku bisa membantumu untuk pergi ke duniamu” Lalu kau pikir apa gunanya aku menjadi mediator?, lanjutku dalam hati. Hantu ini benar-benar bisa membuatku naik darah setiap menit. Percuma kan jika dia tampan tapi sifatnya seperti iblis. Oh, tunggu, coret kata tampan dari kalimatku tadi.

“Bagus. Bawa aku kesana.” Perintahnya. Aku memutar bola mata. Hello? Memangnya seorang mediator itu pesuruh yang bisa disuruh seenak jidat oleh para hantu?

“Tidak semudah itu.” Aku berjalan melewatinya. Tidak peduli apa yang akan dilakukannya nanti, yang terpenting sekarang aku harus pergi ke toko dan kembali secepatnya kalau tidak mau Eomma menceramahiku. Hari semakin malam, dan aku mesti menyusuri kembali jejakku tadi ke toko bahan praktikumku gara-gara hantu itu. Sungguh hari yang sial.

******************************************************************************

Mungkin hari ini bukan benar-benar hari yang sial, karena setidaknya aku berhasil kembali ke rumah tepat waktu. Untung saja Eomma menolerir keterlambatanku pulang ke rumah dan tidak bertanya macam-macam kenapa aku bisa lama sekali membeli bahan praktikumku besok. Saat aku pulang, Eomma sedang menonton acara TV kesukaannya. Jadi aku bisa sedikit terselamatkan—setidaknya untuk sekarang.

Aku naik ke kamarku dan menyimpan bahan praktikumku di tempat yang aman agar aku tidak harus membeli untuk yang ketiga kalinya nanti. Setelah selesai mengamankan bahan praktikumku, aku mengganti bajuku menjadi piyama dan bersiap-siap untuk tidur. Aku menghempaskan tubuhku ke kasur empuk kesayanganku. Rasanya nyaman sekali sebelum Hana tiba-tiba masuk ke kamar melalui pintu balkon kamarku dan mengingatkanku soal Trigonometri.

Oh yeah. Trigonometri. Aku memang masih mempunyai PR trigonometri yang belum aku sentuh sama sekali dan harus dikumpulkan besok. Mau tidak mau aku harus menunda waktu tidurku. Aku mengambil buku trigonometriku dan mencoba mengerjakannya walaupun mataku sepertinya sudah tidak kuat lagi untuk terbuka.

Lagipula, kenapa Hana harus repot-repot mengingatkanku tentang PR-ku? Hantu cewek yang satu itu benar-benar sangat usil. Selesai mengingatkanku, dia langsung pergi entah kemana lagi—aku bahkan tidak ingin mengetahuinya.

“Hoaaahm…” Aku menguap. Aku bahkan belum mengerjakan satu dari sekian banyak soal yang ada. Rasa kantukku ini benar-benar tidak bisa ditawar. Pandangan mataku perlahan mengabur, dan rasanya aku tidak peduli lagi tentang PR trigonometriku. Aku tertidur—dan berharap PR trigonometriku akan selesai begitu aku membuka mata.

“Ya! Ireona!—Bangun!” seseorang mengguncangkan tubuhku. Aku membuka mata perlahan-lahan. Aku melihat sosok  seperti Donghae yang sedang duduk di ujung kasurku dengan tangan terlipat. Mau apa dia? Aku baru bersiap-siap untuk tidur lagi dan mengabaikan Donghae ketika aku sadar aku mengunci pintu kamarku sebelum tidur. Aku melonjak dari tempat tidurku dan mengucek mata agar aku bisa melihat lebih jelas. Hantu cowok yang tadi kutemui di jalan sekarang berdiri di hadapanku.

“Aaaa… mmmpphff…” aku hampir saja berteriak jika hantu di depannku ini tidak reflex menutup mulutku. Aku berusaha melepaskan bekapan tangannya, dan dia memberi isyarat seperti ‘diamlah’, dan aku mengangguk.

Dia melepaskan tangannya dan melihatku dingin tanpa berkata apapun. Aku mencoba mengambil napas sebanyak yang aku bisa karena pada saat dia memebekap mulutku, aku kesulitan bernapas.

“Kenapa kau bisa ada disini?” kataku setengah berbisik, takut keluargaku yang lain mendengar. Dan seketika itu aku baru sadar itu pertanyaan yang bodoh, tentu saja dia datang kemari untuk meminta bantuanku.

“Kumohon bantulah aku. Aku ingin segera pergi dari dunia ini.” Pintanya, sambil menggenggam erat tangan kananku. Aku bingung dengan apa yang harus kulakukan dan hanya memandang kelakuannya. Aku masih sedikit shock dengan kehadirannya malam-malam di kamarku. Sebelumnya, tidak ada cowok yang pernah ke kamarku selain Donghae—itupun sudah tidak lagi semenjak kami memasuki jenjang Senior High. Dan yang paling penting, dia kan hantu—Hana tidak masuk hitungan karena dia perempuan. Tidak ada orang yang bisa melihat mereka di rumahku kecuali aku.

Tapi sebenarnya yang paling membuatku kaget adalah perubahan sikapnya yang drastis. Terakhir kali aku bertemu dengannya, dia terlihat sangat dingin dan menyebalkan. Dan sekarang dia sedang memohon-mohon padaku dengan wajah memelas. Seandainya saja dia bisa tersenyum, itu pasti akan lebih baik.

“Baiklah, aku akan membantumu.” Ujarku setelah aku bisa menguasai diriku lagi. Hantu cowok itu tesenyum lega dan dia benar-benar terlihat ganteng jika melakukannya. “Pertama-tama, ceritakanlah tentang dirimu.” Lanjutku.

Hantu itu memandangku dengan ekspresi bingung, mungkin dia tidak tahu harus memulai dari mana. Jadi aku cepat-cepat menambahkan, “Kau bisa memberitahuku sedikit biografimu. Namamu misalnya.” Karena sejak bertemu dengannya tadi, aku sama sekali belum mengetahui namanya—dan aku sangat ingin mengetahuinya. “Lalu sedikit tentang keluargamu, hal-hal yang paling membekas di hatimu baik itu menyenangkan maupun tidak, dan—yang terpenting—bagaimana kau bisa meninggal.” Tambahku dengan nada sediplomatis mungkin. Seorang mediator kan harus punya wibawa didepan kliennya.

“Cho Kyuhyun.” Katanya, “Itu namaku.” Aku melihat ke arahnya dan dia membalas tatapan mataku. Mendadak perutku terasa mulas, walaupun hanya sepersekian detik. Aku mengabaikannya dan kembali mendengarkan cerita Kyuhyun.

“Tentang bagaimana aku mati, hmm… apakah kau melihat berita tentang kecelakaan di kilometer 39?” Tanya Kyuhyun padaku. Aku mengangguk sambil tetap focus pada ceritanya—walaupun sebenarnya aku juga memandangi wajahnya. “Aku salah satu korbannya. Dan, kau bisa melihat, aku mati sekarang.”

“Oh, lalu bagaimana tentang kenangan-kenangan yang paling berkesan untukmu? Bisakah aku mengetahuinya?” tanyaku.

“Apakah itu penting? Tidak bisakah kita melewatinya?”

Anniyo—tidak.” Ujarku sambil menggelengkan kepala pelan. “Bagaimana aku bisa membantumu jika aku tidak mengetahui apa-apa tentangmu?”

Kyuhyun menghembuskan napas panjang kemudian memandangku, “Aku tidak punya.” Jawabnya singkat.

Jeongmal?—benarkah?” seruku tidak percaya. Aku lalu menambahkan, “Kau pasti bercanda, kan? Setiap orang kan pasti punya hal-hal berkesan di dalam hidupnya.” Aku sedikit terkejut saat mendengar hantu-ice-prince itu tidak mempunyai hal berkesan. Biarpun dia mempunyai sikap yang buruk, tetapi setidaknya kan dia mempunyai hal-hal berkesan, walaupun kadang itu hal yang buruk.

“Kecuali aku.” Jawabnya. Raut wajahnya menjadi dingin kembali. Dia memandang ke arah meja belajarku. Pandangan matanya menerawang. Entah apa yang dipikirkannya, sepertinya dia tidak ingin mengungkit hal ini. “Aku tidak punya hal yang mengesankan dalam hidupku.” Lanjut Kyuhyun setelah beberapa saat terdiam.

“Well, sekarang kita harus mencari tahu kenapa kau masih disini.” Kataku mencoba mengalihkan pembicaraan yang mulai canggung tadi. Aku tidak bisa memaksa Kyuhyun mengungkapkan hal berkesan yang Ia miliki. Ingat kan, para hantu sangat sensitive.  “Biasanya, sih, karena mereka ingin balas dendam kepada pembunuh mereka. tetapi jika itu alasanmu, aku jamin aku tidak akan membantumu.”

Kemudian Kyuhyun bercerita tentang seorang gadis bernama Shin Heeyoung—aku menduga dia pasti gadis yang disukainya. Dan, dugaanku benar. Kyuhyun menyimpan rasa pada Heeyoung dan dia belum sempat mengungkapkannya sampai dia meninggal. Mungkin itulah yang menghalanginya pergi ke dunia yang seharusnya. Kyuhyun terus bercerita bahwa cuma Heeyounglah yang dia punya. Karena cuma Heeyoung yang mengerti dirinya. Dan sebagainya—yang kebanyakan tentang kelebihan-kelebihan gadis bernama Heeyoung itu.

Kami berdua terus mengobrol tentang segala hal. Entah sudah berapa lama kami berdua mengobrol yang pasti sudah lewat tengah malam ketika aku mulai menguap. Kami lalu memutuskan untuk menemui Heeyoung besok. Aku mulai membereskan buku tugasku dari tempat tidur. Mungkin besok aku bisa mendapat sedikit bantuan dari teman-temanku.

“Kau suka matematika?” celetuk Kyuhyun ketika aku membereskan buku-bukuku. aku cepat-cepat menggeleng. “Tidak. Aku cuma akan suka matematika jika tidak ada PR dan ulangan.” Jawabku lemah—aku sudah mulai mengantuk lagi.

“Biarkan aku melihatnya.” Pinta Kyuhyun. Dengan sedikit malas, aku menunjukkan PR-ku padanya. Kyuhyun tersenyum—aku bersyukur sekali bisa melihat ini, dia sungguh terlihat jauh lebih tampan ketika tersenyum—memandang bukuku yang sama sekali belum terisi oleh jawaban. “57,27 derajat. Itu jawaban untuk nomer satu.” Kata Kyuhyun.

Rasa kantukku tiba-tiba hilang. Aku membulatkan mata. “Kau bisa trigonometri?” ucapku sedikit terperangah. Aku kira cowok seperti dia hanya bisa mencontek semasa hidupnya. Kyuhyun menyeringai—seringai yang bagus menurutku. Dan aku tahu jawabannya berarti ‘iya’.

Jadi malam itu, sebelum rasa kantukku datang kembali, aku mengerjakan PR-ku dengan Kyuhyun. Lebih tepatnya, Kyuhyun memberi tahuku jawabannya dan aku hanya menyalinnya di bukuku. Ternyata aku sempat salah menilai Kyuhyun. Entahlah, sikapnya yang sekarang jauh lebih baik padaku daripada saat pertama kami bertemu. Dan untuk sekali lagi, perutku mendadak mulas. Mungkin sekarang aku harus mengambil sedikit cake di kulkas sebagai pengganjal lapar.

******************************************************************************

“Eomma, aku berangkat sekolah dulu, ya.” Teriakku pada Eomma pagi itu dari ruang makan. Aku mencomot sepotong roti dan bergegas meminum susu yang sudah disiapkan Eomma.

“Minhye, pelan-pelan sayang, kau bisa tersedak.” Kata Eomma yang baru datang dari dapur membawa secangkir kopi.

“Anniyo. Eomma, aku pergi dulu ya. Annyeong.” pamitku pada Eomma tepat saat terdengar klakson mobil Donghae untuk yang ketiga kalinya. Eomma memberikan kecupan singkat di pipiku sebelum aku berangkat.

Ketika aku sedang berjalan menuju mobil, aku melihat Kyuhyun berdiri didekat tangga. Sepertinya dia memperhatikanku dan Eomma dari tadi. Aku menyapanya dan mengingatkan padanya akan mencari Heeyoung saat aku pulang sekolah, ketika aku melewatinya. Kyuhyun diam saja dan raut wajahnya kembali terlihat dingin. Aku bertanya-tanya dalam hati kemana perginya wajah angelic semalam.

“Aku akan ikut ke sekolahmu.” Seru Kyuhyun yang tiba-tiba sudah berjalan sejajar denganku. Aku menoleh kearahnya. Wajahnya terlihat ‘bossy’ sekarang. Mungkinkah Kyuhyun seorang actor semasa hidupnya? Kenapa dia bisa berganti-ganti ekspresi wajah secepat itu? sebenarnya Bagaimana kepribadiannya itu? Aku berusaha mencegah Kyuhyun untuk ikut bersamaku ke sekolah, tetapi pada akhirnya aku tidak bisa melakukannya.

******************************************************************************

Kuberi satu saran untukmu. Jika kau adalah seorang mediator yang sedang menangani kasus mediasi hantu, dan kebetulan hantu yang kau tangani memiliki kepribadian yang aneh—pertama dia bersikap dingin, lalu baik, lalu menjadi menyebalkan—dan kau juga baru tahu jika dia jahilnya bukan main, jangan sekali-sekali membawa hantu itu ke sekolah. Itu adalah suatu kesalahan besar.

Setengah hari bersama Kyuhyun di sekolahku benar-benar hampir membuatku mendidih. Dia terus saja mencoba membuat hidupku sengsara. Dia selalu mengikutiku dan mengeluarkan aura hantunya ketika aku bersama dengan teman-temanku. Akibatnya, teman-temanku selalu merasa merinding ketika berada di dekatku. Apalagi dia selalu tertawa menyebalkan setiap rencananya sukses.

Aku tentu saja tidak bisa memukulnya. Mulut orang lain pasti cenderung gatal jika melihat seorang gadis yang bertingkah seperti orang memukul padahal tidak ada apa-apa di sekitarnya. Untung saja dia mau berhenti melakukan aksinya ketika kuancam tidak akan membantu menemui Heeyoung. Aku jadi bisa bebas sampai jam pulang sekolah.

Namun aku kembali menemui masalah ketika pulang. Aku sudah berjanji pada Kyuhyun untuk mencari Heeyoung ketika pulang sekolah. Kyuhyun sudah menungguku di pintu gerbang saat aku keluar dari gedung sekolahku. Aku menghampirinya dan memberi isyarat untuk mengikutiku. Setelah kami berada di tempat yang cukup sepi, Kyuhyun memberitahuku dimana Heeyoung tinggal. Tanpa basa-basi lagi, kami berdua menuju ke alamat yang Kyuhyun beritahukan kepadaku.

Nah, disinilah masalahnya mulai muncul. Masalahnya, Kyuhyun berbohong kepadaku. Dia bilang dia tahu betul dimana rumah Heeyoung. Tetapi setelah kami sampai di alamat itu, ternyata kami salah alamat. Barulah hantu itu mengakui kalau dia sebenarnya tidak tahu dimana persisnya rumah Heeyoung.

“Kau benar-benar keterlaluan. Masa rumah pacar sendiri tidak tahu.” Ledekku kepada Kyuhyun sambil menyeka keringat yang menempel di dahiku. Saat ini kami berdua sedang beristirahat di bangku taman dekat alamat yang diberikan Kyuhyun. Hampir dua jam penuh aku—bersama Kyuhyun yang tidak terlihat—berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain untuk memastikan dimana Heeyoung tinggal. Namun hasilnya nihil. Hanya lelah yang aku dapat.

“Dia belum menjadi pacarku karena aku keburu meninggal.” Ucapnya. Pandangannya lurus ke depan. Memandang pohon-pohon yang daunnya mulai mengguning. “Ya! Apa kau sudah lelah?” Tanya Kyuhyun sambil menoleh ke arahku.

“Menurutmu?” tanyaku menyindirnya sambil bersandar pada bangku taman. Dia sih enak tidak akan merasa lelah, dia kan hantu.

“Menurutku kau masih kuat minimal dua jam lagi.” Jawabnya dengan ekspresi tanpa dosa sedikitpun. Aku melotot ke arahnya. “Neo micheosseo?—kau gila?” dan dia hanya tersenyum. Ahh, ini mungkin terdengar gila, tetapi aku menyukai senyum Kyuhyun sama besarnya seperti aku menyukai Spongebob.

“Ya! Cho Kyuhyun. Kau terlihat lebih tampan jika tersenyum.“ Ucapku padanya. Kyuhyun tidak merespon.

“YA! ITU HEEYOUNG! ITU DIA!” Kyuhyun tiba-tiba berteriak sambil menepuk-nepuk bahuku dengan cukup keras. Dia menunjuk ke arah seorang gadis mungil berseragam yang baru saja berjalan melewati kami. “HEEYOUNG-AAAAAAHHH…” seru Kyuhyun padanya seakan-akan gadis itu bisa mendengarnya saja. Kyuhyun segera bangkit dari duduknya dan mengejar gadis itu. dan aku mau tidak mau harus mengikutinya.

“Agasshi… tunggu sebentar! Agasshi…” Aku memanggil gadis itu supaya dia menoleh. Namun ternyata itu kurang efektif. “Heeyoung-ssi chakkaman-yo…” seru lagi. Berhasil. Dia menoleh ke arahku.

“Nuguseyo?—anda siapa?” Tanya Heeyoung ketika melihatku.

“Aku Minhye, temannya Kyuhyun. Maaf, apa kita bisa bicara sebentar?” jawabku.

“Teman Kyuhyun Oppa? Aku bahkan tidak tahu jika dia mempunyai teman perempuan selain aku.” Ujarnya heran. Aku lebih heran lagi mendengar ucapannya. Aku melirik Kyuhyun yang ada disamping Heeyoung, wajahnya terlihat acuh dengan ucapan Heeyoung tadi. “Tapi baiklah. Kau mau bicara apa?” katanya pada akhirnya. Kami duduk di bangku taman yang tadi aku gunakan untuk duduk.

“Begini, kau tahu kan Kyuhyun mengalami kecela…” ucapanku belum selesai karena Heeyoung tiba-tiba menyahut, “Aku tahu. Aku tahu semuanya. Bisakah kau memberitahuku intinya saja? Maaf, tapi aku ada les piano sore ini.”

“Well, begini, Kyuhyun sekarang sudah ‘itu’” kataku memulai sambil sedikit menyensor bagian dia ‘meninggal’. “Dia bilang padaku jika dia sangat ingin mengatakan ini padamu. Kyuhyun suka padamu. Dia menyukaimu sebagai perempuan.” Jelasku padanya. Aku sedikit melirik ke arah Kyuhyun saat mengatakan bagian suka itu pada Heeyoung. Dan anehnya, Kyuhyun tidak menunjukkan ekspresi berarti—ekspresinya datar. Hal yang berbeda justru terjadi pada Heeyoung. Dia kelihatannya kaget dengan penjelasaanku.

“Mwoya? Jinjjayo?—apa? Benarkah?—apa kau benar-benar mengenal Kyuhyun Oppa?” pekiknya sedikit pelan. Aku menjawab ‘iya’ tentu saja. Dia kemudian melanjutkan, “Kau tahu, jika Kyuhyun Oppa benar-benar suka padaku, aku mungkin tidak akan bisa membalasnya. Aku sendiri sudah mempunyai namjachingu—pacar.”

Kali ini aku yang terkejut. Menurut cerita Kyuhyun, Heeyoung belum mempunyai pacar. Aku sempat melirik lagi Kyuhyun lagi, dan aku melihat dia juga terkejut walaupun cuma sepersekian detik.

“Kyuhyun bilang kau belum mempunyai pacar.” seruku secara spontan.

“Karena aku tidak bilang padanya.” Sahutnya. “Kyuhyun Oppa banyak disukai gadis-gadis di sekolah. Tapi biarpun begitu, mereka tidak berani mendekati Oppa—mereka cuma bisa menyukai Oppa secara diam-diam. Oppa mempunyai sifat yang dingin dan apatis dengan lingkungan di sekitarnya. Itu membuat tidak banyak orang yang bisa dekat dengan Oppa.” Tanpa diminta, Heeyoung malah bercerita padaku tentang Kyuhyun. Aku sedikit setuju padanya, Kyuhyun memang orang yang acuh dan menyebalkan kadang-kadang.

“Aku mungkin salah satu orang yang bisa dekat dengan Oppa—karena aku satu sekolah dengannya ketika SD. Tetapi dibalik sifat Kyuhyun Oppa yang dingin dan terkesan tidak peduli dengan apapun, sebenarnya Oppa adalah pribadi yang lemah dan rapuh. Orangtuanya sudah bercerai yang menyebabkan pribadi Kyuhyun Oppa berubah. Entah gara-gara perceraian itu atau bukan, Oppa tumbuh menjadi seseorang yang tidak peduli pada lingkungannya.” Heeyoung mengambil napas sebentar, wajahnya terlihat prihatin. Tak disangka, ada alasan dibalik sifat dingin Kyuhyun. Aku melihat kearahnya lagi—dan Kyuhyun membuang muka, entah kenapa muncul perasaan aneh di dalam tubuhku. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana jika aku menjadi Kyuhyun.

“Tapi Oppa sebenarnya adalah orang yang sangat baik jika kau sudah mengenalnya. Biasanya Oppa akan sangat jahil pada seseorang jika dia menyukainya.” Lanjut Heeyoung sambil tersenyum simpul.

“Kau tahu banyak tentang Kyuhyun ya.” Ujarku sambil tersenyum kepadanya. Aku tidak tahu harus berkata apalagi. Aku memang sudah biasa mendengar curhatan seperti ini, tetapi entah mengapa kali ini hatiku merasa tergerak. Aku jadi merasa bersalah sudah berkata yang tidak-tidak tentang Kyuhyun.

“Kau pasti juga orang yang sangat dekat dengan Oppa. Oppa tidak akan mengatakan rahasianya pada orang yang tidak dipercaiyanya. Aku rasa kau termasuk orang yang penting bagi Oppa” Katanya. Aku hanya bisa tersenyum sedikit dipaksakan mendengarnya. “Sampaikan padanya permintaan maafku, ya. Semoga Kyuhyun Oppa masih tetap bersahabat denganku.” Lanjutnya. Tidak perlu menyampaikan apa-apa pada Kyuhyun, dia juga sudah mendengar semuanya.

“Aaaah…” aku mengaduh. Seseorang berusaha menarik tangan kiriku dengan cukup keras. Aku menoleh dan Kyuhyun ada disana. Dia berkata dengan nada memerintah, “Ayo pergi, ini sudah cukup.”

“Tunggu sebentar. Biarkan aku berpamitan pada Heeyoung.” Desisku pada Kyuhyun. Tapi Kyuhyun tidak mengizinkannya. Dia tetap menarik tanganku dan membuatku ikut tertarik kearahnya. Heeyoung pasti sekarang sedang berpikir bahwa aku ini orang gila atau apa. Sudahlah, tidak peduli apa yang dipikirkan gadis itu sekarang, aku hanya ingin Kyuhyun melepaskan genggamannya dari tangannku.

******************************************************************************

“Ya! Kenapa kau melakukan ini, huh? Sakit tau!” kataku. Kyuhyun melepaskan tanganku ketika kami berdua sudah berada jauh dari Heeyoung. Aku memegang pergelangan tanganku yang sedikit sakit akibat cengkraman dari Kyuhyun.

“Aku kan sudah bilang urusannya sudah selesai.” Ucapnya datar. Dia bahkan tidak menunjukkan perasaan sedikit bersalah sudah membuat tanganku merah. “Jadi? Kenapa sekarang aku belum juga pergi ke tempat itu? tempat dimana seharusnya diriku berada.” Tuntut Kyuhyun padaku. Oh benar juga! Seharusnya sekarang, arwah Kyuhyun sudah bisa kembali ke dunianya. Tetapi kenyataannya dia masih disini bersamaku.

“Itu artinya Heeyoung bukanlah alasan yang menghalangimu pergi kesana.” Tukasku sambil memandang Kyuhyun dengan tatapan jengkel—berharap dia sedikit peduli dengan pergelangan tanganku. Aku tidak tahu seberapa kuat Kyuhyun mencengkramnya, tetapi terlihat bekas merah disana sekarang. Walaupun aku tahu bekas itu juga akan menghilang besok, tapi tetap saja, rasanya sakit sekali sekarang.

“Lalu apa?”

“Orang tuamu, mungkin? Mungkin kita bisa menemui orang tuamu.” Usulku—yang langsung dibantah Kyuhyun dengan keras. Dia menolaknya mentah-mentah.

“Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan orang tuaku.” Ujarnya. “Mereka juga tidak akan sadar kalau anaknya sudah meninggal sekarang.” PLAAAKK… Sebuah tamparan mendarat di pipi Kyuhyun. Aku menamparnya.

“Kyuhyun dengar ya, sadarlah. Walaupun kau membenci orang tuamu sendiri sekarang, mereka tetap orang tuamu. Mereka tentu saja menyayangi anak mereka. walaupun kau pikir mereka tidak memberikan kasih sayang kepadamu, kau pasti juga tahu mereka memberinya. Jika mereka tidak menyayangimu, akankah mereka merawatmu hingga kau sebesar ini? Lihatlah perhatian-perhatian kecil yang diberikan mereka kepadamu. Jangan egois! Perceraian bukanlah tanda bahwa mereka tidak akan menyayangimu lagi.” Ucapku berapi-api kepadanya. Aku benar-benar harus mengatakan ini padanya. Kyuhyun tidak boleh membenci orang tuanya sendiri—semua anak tidak boleh begitu tentu saja. “dan jika hatimu sama sekali tidak tersentuh dengan ucapanku tadi, tidakkah kau ingin bertemu orang tuamu untuk yang terakhir kalinya?”

Kyuhyun diam. Dia hanya memandangku dari posisinya sekarang. Wajahnya terlihat memikirkan sesuatu. Aku harap dia juga akan mengatakan sesuatu padaku. Mungkin sesuatu tentang penyesalannya atau permintaan maafnya atas tanganku atau apa saja. Tetapi dia hanya diam.

“Terserah lah. Aku mau pulang.” Ucapku putus asa. Aku mulai melangkahkan kakiku meninggalkannya.

Tadinya, aku mengira Kyuhyun akan mengikutiku, tetapi nampaknya dia hanya akan diam ditempatnya untuk sementara waktu. Asal kau tahu, aku tidak benar-benar marah kepada Kyuhyun. Aku hanya memberinya semacam mediasi—aku sering melakukannya kepada klienku. Agar dia merubah presepsinya tentang orangtuanya. Agar dia dimudahkan ke jalan yang selanjutnya.

******************************************************************************

Aku berjalan tanpa tahu akan kemana sampai aku berada di persimpangan jalan. Kyuhyun belum juga menyusulku kesini. Lalu kejadian selanjutnya terjadi begitu cepat. Tiba-tiba dari samping aku mendengar suara klakson yang cukup keras. Aku menoleh dan melihat sebuah bus melaju kearahku dan tinggal beberapa sentimeter lagi sebelum menabrakku. Lalu tiba-tiba ada seseorang yang mendekapku dan mendorongku ke tepi jalan. Kami jatuh bersama-sama, berguling ke trotoar.

Aku mengerang dalam dekapan orang itu. jatuh ke trotoar tentu tidak seempuk jatuh diatas kasur. Aku mencoba melihat siapa malaikat penolongku. Aku melihatnya. Dia tepat berada di depanku. Jarak kami sangat dekat, hidung kami nyaris bersentuhan. Ya, walaupun dia bukan seorang malaikat dan cuma seorang arwah penasaran yang tidak tahu jalan, aku sangat bersyukur diselamatkan olehnya.

“Gwenchana?” kata-kata Kyuhyun terdengar begitu lembut ditelingaku. “Maaf soal tadi. Kau tahu, aku sama sekali tidak membenci orang tuaku. Tapi, terimakasih sudah mengingatkanku.” Lanjutnya lagi. Entah ini efek dari hampir tertabraknya diriku atau apa, rasanya sekarang semua perkataan Kyuhyun terdengar begitu merdu.

Sementara itu orang-orang mulai mengelilingiku, memastikan Bagaimana keadaanku—termasuk supir bus itu. aku bersyukur dia tidak marah-marah kepadaku. Dan tanpa sepengetahuan mereka, Kyuhyun masih saja mendekapku sedari tadi. Tapi aku merasakan hal aneh saat Kyuhyun memelukku seperti ini. Aku berani bersumpah, saat dia memelukku tadi, aku merasakan hangatnya tubuh Kyuhyun meskipun hanya sepersekian detik saja. Apakah ini artinya ada sesuatu yang tidak beres tentang Kyuhyun?

************************************TBC************************************

Piuh… akhirnya selesah juga part 1 nya. Gimana readers-nim? Terlalu panjang ya? Yakin deh, pasti banyak yang bingung sama cerita gak jelas saya yang satu ini. Ayo ngaku? Huaaaaa mianhaeyo sudah membuat readers membaca ff gaje dan super membingungkan milik saya ini *bow sampai pegel*

Jangan lupa kasih komentar buat FF ini. Kalau gak komen, biasnya aku culik lho #eh